Allah tidak melihat wajah. Allah juga tidak melihat fisik kita. Allah hanya melihat amal ibadah kita. Khalil Madhlazi mengucapkannya dengan santai, seperti sedang bermonolog. Tangannya terampil mengatur panel-panel di ruang siar. Ya, dia adalah penyair radio komunitas di pedalaman Afrika Selatan.
Anisa Mehdi, produser film dokumenter papan atas Amerika Serikat, secara live mensyut penyiar radio di sebuah pedesaan di Afrika Selatan itu. Sebelumnya, kameranya terarah pada Fidelma O’Leary, profesor perempuan kelahiran Irlandia yang kini bermukim di Amerika Serikat. Juga, tentang bagaimana keseharian Ismail Mahbob, warga urban
Ketiganya dipertemukan Anisa dalam film dokumenter Inside Mecca yang disponsori National Geographic. Film ini secara dekat mendokumentasikan perjalanan mereka, mulai dari persiapan hingga kejadian-kejadian di Tanah Suci yang menjadi titik klimaks perjalanan mereka.
Mahbob, seorang pebisnis sukses di Kuala Lumpur memantapkan hati meninggalkan keluarganya sejenak untuk menggenapkan rukun Islam-nya. Ia melepaskan segala atributnya dan berbaur dengan jamaah lain, karena, Tuhan tak melihat wajah dan fisik kita, juga kondisi sosial ekonomi kita. Tuhan hanya melihat hati kita.
Sementara Mandhlazi, yang selama ini terkurung di belantara Afrika, menemukan kesempatan untuk melihat dunia Islam yang ideal secara langsung. Namun ia juga menemukan bahwa Makkah tidak lepas daru masalah ekonomi dan rasial.
Kisah perjalanan O’Leary barangkali paling menarik. Dengan penampilan bule-nya: rambut pirang, mata hijau, dan aksen Irlandia yang kental, dia sangat kontras dengan stereotip mengenai Muslim yang berkembang di negaranya. Dia mualaf saat duduk di bangku kuliah. Saya kadang jengkel dengan pertanyaan-pertanyaan seperti bagaimana rasanya menjadi seorang Muslimah, ujarnya. Namun, Inside Mecca bukan film untuk mengulas kehidupan mereka. Inside Mecca menfokuskan pada kisah pribadi haji, ujar Mehdi.